Dalam pikiran saya waktu itu saya tahunya seorang anak lahir seperti kertas kosong, putih, bersih belum ternoda (jadi teringat sebuah lagu masa kecil, hehe). Saya seringkali mendengar kata-kata ini. Itu artinya saat kertas itu sudah tidak kosong, seseorang telah menuliskan atau mencoret-coret di atasnya. Ataukah itu orangtua, guru, ataukah dia bisa menuliskannya sendiri di atas kertas tersebut? Saya hanya mengenal satu konsep ini sampai saya dewasa.
Bahwa ternyata akhirnya saya mulai tahu banyak cara kita memandang anak. Ada yang menyebutkan bahwa anak seperti bejana kosong yang siap untuk diisi oleh seseorang. Ini sepertinya hampir mirip dengan konsep kertas kosong tadi. Ada pula yang mengibaratkan anak seperi tanaman di kebun. Tanaman-tanaman itu perlu dirawat, disiram, diberi pupuk, intensitas mataharinya harus pas, disesuaikan dengan jenis tanaman tersebut. Jika itu tanaman hias, nantinya ia bisa dinikmati kecantikannya, jika itu tanaman buah bisa dipetik buahnya. Sungguh konsep yang ideal, pikirku. Memang begitu bukan? Orangtua merawat anak dari bayi dengan baik, menyekolahkannya, lalu mendapatkan pekerjaan yang baik, orangtua senang melihat anaknya hidup bahagia seperti yang diharapkannya. Bukankah itu sebuah kebahagiaan? Tapi bukankah hidup tak akan semulus itu, lalu bagaimana jika seorang anak itu tidak seperti yang diharapkan oleh orangtuanya, ternyata dia memilih jalan yang berbeda, ternyata anak itu menemukan prinsip hidup yang berbeda dari orangtuanya. "Bagaimana bisa, sepertinya saya sudah mengajarkan hal yang benar kepadanya tapi kenapa hasilnya seperti ini?" tanya sang Ibu. Saya pun membayangkan hal itu, lalu jika keadaan seperti itu saya harus bagaimana?
Rupanya ada pandangan lain mengenai anak, yaitu pandangan Charlotte Mason yang menganggap bahwa anak adalah pribadi utuh. Seorang anak sejak lahir punya potensi-potensi sendiri. Kata ini mudah diucapkan namun perlu pendalaman untuk direnungkan. Seperti apa praktik dalam kesehariannya? Apakah itu berarti kita membiarkan anak dengan sendirinya untuk menemukan jati dirinya? Membiarkan mereka bereksplorasi tanpa batas? Ternyata memaknai anak sebagai pribadi yang utuh hanyalah satu dari butir filosofi CM, masih ada 19 butir lainnya dan semua saling terkait.
Diantaranya anak terlahir tidak sepenuhnya baik dan tidak sepenuhnya buruk. Seperti halnya manusia dewasa, kita berayun diantara keduanya. Apakah kita selalu melakukan hal benar tanpa melakukan kesalahan-kesalahan? Seringkali saya mendengar, anak kecil itu pasti benar ya gak mungkin bohong? Benarkah seperti itu? Bukankah seorang anak kehendaknya masih lemah? Misal saja jika kita memberikan pilihan pada anak saat makan siang antara nasi sop dengan ikan atau roti coklat, mana yang mereka pilih? Atau lebih mudahnya ketika mereka benar-benar diberikan pilihan bebas untuk memilih antara belajar dan bermain game, apa kira-kira pilihannya? Lalu apa reaksi kita? Nah dengan begitu jelas bukan bahwa anak perlu otoritas yang lebih tinggi yang lebih paham mengenai apa yang benar-benar mereka butuhkan. Otoritas yang mengajarkan dan melatihkan kebiasaan-kebiasan baik. Ini merupakan salah satu butir filosofi CM, yaitu anak tunduk di bawah otoritas orang tua, namun orangtua tidak boleh semena-mena menggunakan otoritasnya untuk memanipulasi perasaan, dan pikiran anak. Selain itu baik anak dan orangtua sama-sama tunduk dibwah otoritas yang lebih tinggi yaitu aturan tentang benar dan salah, hukum alam yang berlaku. Contohnya seperti apa? Misalnya, jika kita memaksakan kehendak kepada anak untuk melakukan sesuatu, apa jadinya? Mungkin saja dia jadi tidak suka dengan hal tersebut bahkan berubah menjadi membencinya, ini hukum psikologi. Kita manusia tidak bisa mengubah hukum ini, ini terjadi secara natural karena kita hidup di alam ini.
Suatu hari saya membaca buku metode pendidikan tertentu, metode ini menggunakan sebuah lingkungan buatan yang dikhususkan untuk anak-anak. Di dalamnya terdapat alat-alat peraga tertentu yang dibuat secara khusus, kira-kira seperti itu. Awalnya saya senang sekali dengan alat-alat peraga ini, bagus, dan bisa menstimulasi perkembangan anak. Kemudian saya berpikir, bukankah itu berarti tidak semua orang tua bisa mempersiapkan "lingkungan" ini, karena pastinya biayanya tidaklah sedikit mengingat ternyata peralatan ini juga tidak murah.
Menurut pandangan saya metode CM sangatlah praktis dan bisa diterapkan oleh siapapun tanpa memandang strata tertentu. Seorang anak belajar dan berelasi dengan lingkungan di sekitarnya, secara natural. Pendidikan adalah atmosfer. Dan menurut pandangan CM, lingkungan buatan justru menghambat perkembangan kepribadian anak.
Dalam pendidikan CM ada proses belajar dengan membuat narasi, karena pemikiran belum menjadi milik seseorang sampai orang tersebut bisa menceritakannya kembali. Narasi ini dibacakan sekali (tanpa diulang) yang artinya atensi sejak awal perlu dilatih. Buku yang dibacakan juga berupa buku terpulih, yang didalamnya mengandung banyak ide yang diceritakan menggunakan bahasa sastrawi. Sungguh konsep pembelajaran yang luar biasa bagi saya, tak pernah terpikirkan sebelumnya proses pembelajaran yang seperti ini. Dan pastinya masih banyak proses pembelajaran ala CM lainnya yang unik.
Selain itu dalam CM seorang anak perlu diajarkan untuk mengenal apa yg dia inginkan dan dia butuhkan. Karena sesuatu itu mungkin dia inginkan tapi belum tentu dia butuhkan. Saya pun tersadar, betapa sebenarnya hal ini sangat penting dalam kehidupan. Bukankah hedonisme berawal dari tidak bisa membedakan mana keinginan dan mana kebutuhan, terlebih ketika finansial seseorang tersebut mendukung untuk memenuhi keinginannya.
Yang tak kalah pentingnya yaitu anak perlu dilatih untuk menilai beragam pemikiran, karena nalar tidak selalu bisa diandalkan. Dalam kehidupan kita seringkali dihadapkan oleh berbagai macam ideologi yang sangat mungkin saling bertolak belakang. Masing-masing pihak bisa memberikan penjelasan yang masuk akal. Oleh karena itu membiasakan untuk menyaring gagasan-gagasan sangatlah penting.
Itulah sebagian filosofi CM yang baru bisa narasikan, masih butuh pendalaman lebih untuk memahami maksud dari masing-masing butir filosofinya. Satu hal yang penting dalam kelas kali ini yaitu bahwa ketika kita memandang hal dari sudut yang berbeda mungkin kita bisa menemukan solusi dari permasalahan, mungkin paradigma kita saat itu masih belum tepat.
By : Nisrina
Mentor : Ayu Primadini
Dalam kelas fondasi Charlotte Mason pertemuan kedua