Dalam pendidikan CM ada suatu teknik yang bernama narasi, narasi yaitu menceritakan kembali bisa berupa lisan maupun tertulis. Namun sebelum kita mengetahui bagaimana teknik bernarasi ala CM, kita perlu mengetahui butir2 filosofi CM. Karena hal ini sangat berkaitan dengan pelaksanaan tekni narasi tersebut.
Dibutuhkan buku-buku atau karya-karya terbaik untuk bernarasi. Dalam video yang diputar oleh Mba Ayu terlihat bagaimana 2 buku yang bercerita tentang subyek yang sama namun diceritakan dengan cara yang berbeda. Yang satu diceritakan secara informatif yang satunya setara naratif. Ternyata kita juga menangkap dengan cara yang berbeda. Saat cerita disampaikan secara informatif kita menangkap hal-hal yang sifatnya informasi saja, namanya, tempatnya, nama karakter tokohnya, ketika paragraf tersebut diteruskan bisa jadi kita menjadi cepat lelah menangkap informasinya dan menjadi bosan. Sedangkan yang disampaikan secara naratif, kita menjadi biaa berimjinasi tentang bagaimana keadaan dan suasana dalam cerita tersebut, tanpa disebutkan karakter tokohnya, kita bisa menilai tokoh tersebut mencintai hewan dan ramah.
Itulah yang diyakini oleh CM bahwa anak punya kemampuan untuk mencerna informasi sendiri. Kemampuan sudah ada kita tinggal menyediakan makanannya. Seperti tubuh, akal dan budi juga perlu makanan yang bergizi yaitu berupa ide-ide hidup, buku dan karya yang terbaik.
Narasi diibaratkan seperti proses mengunyah informasi. Makanan tersebut untuk dikunyah dan diserap oleh tubuh. Menjadi bagian dalam tubuhnya.
Narasi melatih anak untuk memiliki habbit of attention atau kebiasaan memperhatikan. Ketika orangtua membacakan living book diperlukan konsentrasi untuk mendengarkan dan memahaminya. Narasi juga membantu anak untuk belajar menceritakan kembali, melatih imajinasinya yang dapat mengaktifkan otak dan membentuk habbit of thinking, dengan bernarasi kemampuan berkomunikasi akan semakin terlatih.
Banyak orang yang memiliki habbit of attention yang rendah, tidak memperhatikan lawan biacaranya, pikiran loncat kemana-mana, habit of thinking yang rendah, mudah terpengaruh orang lain dan mengikuti arus, dan kemampuan komunikasi yang kurang baik sehingga sulit menyampaikan informasi. Seperti itu pulalah yang saya rasakan.
Awal mula mengikuti kelas fondasi CM saya kesulitan untuk memperhatikan yang Mba Ayu sampaikan dalam satu kali baca. Saya mencoba untuk menuliskan apa yang disampaikan justru menjadi semakin tidak menangkap informasi yang disampaikan karena fokus saya terbagi menjadi dua yaitu antara mendengarkan dan menulis. Kemudian ketika ditunjuk untuk menyampaikan narasi, saya pun menjadi gagap dan buyar. Berkali-kali saya mengikuti kelas dan diakusi serupa saya merasakan perbedaannya, tentu saja masih banyak kekurangannya, namun saya sudah merasa lebih baik dalam hal habbit of attention, mengolah informasi, dan menyampaikannya kembali.
Proses bernarasi ini butuh iman, karena belum pasti kita bisa melihat hasilnya dengan cepat. Tetgantung dengan kemampuan masing-masing anak. Karrna anak adalah pribadi yang utuh. Namun walaupun narasi ini adalah kegiatan menceritakan kembali apa yang anak tangkap, bukan berarti menjafi patokan alat ukur kemampuan anak, seperti instrumen pembelajaran di dalam sekolah.
Oleh : Nisrina
Fasilitator : Ayu Primadini