Pernahkah terpikir apa sebabnya sekarang banyak lulusan s1 yang menjadi pengangguran? Mengapa perasaingan di dunia kerja sekarang ini semakin sengit? Apa lowongan pekerjaan semakin sedikit? Atau SDM nya kurang mumpuni? Atau karena ledakan populasi? Hmmm kira-kira karena apa ya?
Mungkin saja penyebabnya ada beberapa dari yang disebutkan diatas, namun jika kita menarik garis lebih panjang kita bisa melihat akar permasalahannya. Ada dimana? Salah satunya ada di sistem pendidikan kita. Tempat dimana manusia-manusia bertumbuh dan berkembang. Lha memang apa hubungannya kondisi tadi dengan sistem pendidikan kita?
Jika kita mundur satu langkah ke belakang kita bisa melihat sistem pendidikan seperti apa yang selama ini berjalan? Bukankah terlihat jelas bahwa sekolah menjadi tempat persaingan dimulai. Apa yang terjadi di kondisi sekarang adalah hasil dari proses pendidikan yang berjalan dimulai puluhan tahun yang lalu. Dimana sistem pendidikan hanya berpihak dalam satu aspek saja, yaitu aspek kognitif, sistem ranking masih diagung-agungkan. Untuk menjadi ranking 1 artinya harus mengalahkan yang lainnya. Kita secara tidak sadar mengikuti alur dari sistem ini. Menjadi ranking 1 artinya dia harus menguasai semua mata pelajaran. Lalu bagaimana jika ada anak yang pandai hanya di bidang tertentu saja? Lalu apa iya lingkungannya akan membiarkan anak ini apa adanya? Tuntutan dari lingkungan pasti ada. Lalu jika hal ini terjadi, bagaimana nasib anak-anak yang dituntut untuk bisa menguasai semua bidang tersebut? Stress, tidak begairah lagi dalam belajar, menjadi tidak suka pada bidang yang tidak dikuasainya namun dituntut untuk bisa. Lalu apa yang terjadi? Semangat itu padam, api itu perlahan padam..
Pendidikan macam apa ini? Sudahkah kita menanyakan pada diri kita? Apakah sebenarnya hakikat dari pendidikan? Atau yang lebih mendasar, siapakah manusia? Apakah manusia hanya sebuah mesin penyimpan memori yang harus menyimpan nama-nama istilah, tanggal, dll? Apakah mamalia yang kebetulan berevolusi menjadi pintar? Bukankah lebih dari itu semua? Kita memiliki empati, kita punya emosi, kita punya jiwa seni, kita makhluk spiritual. Lalu mengapa semua itu diabaikan dalam sistem pendidikan kita?
Bukankah sistem pendidikan kita selama ini mengerdilkan manusia itu sendiri?
Jika ada pertanyaan, untuk apa kita sekolah? Tidak dipungkiri supaya kita merasa jadi lebih pintar juga merasa ini adalah kewajiban agar nantinya kita dapat ijazah untuk nantinya dapat pekerjaan yang baik
Tidak ada yang salah dengan seseorang yang memang ingin mendapatkan pekerjaan yang baik. Bukankah kita semua punya kebutuhan yang pastinya harus didukung oleh finansial yang mapan. Namun pendidikan yang menghilangkan unsur-unsur manusiawi, hanya akan melahirkan pekerja-pekerja yang seperti mesin. Atau mungkin menjadi makhluk yang individualistik yang penuh keegoisan dan keserakahan. Yang tidak mengenal apa itu budi pekerti, apa itu peduli sesama, apa lagi untuk memahami makhluk hidup lain selain manusia, mungkinkah mereka akan peduli dengan hewan yang mungkin saja hampir punah karena ulah manusia yang serakah dan mengotori lingkungan.
Semua kembali lagi dari awal bagaimana kita memaknai siapa sebenarnya manusia, apa itu pendidikan, bagaimana kita melihat anak-anak kita. Apakah mereka seperti kertas kosong. Lalu orangtua berhak menorehkan tinta, mencoret-coret diatasnya? Lalu kertas itu mulai menghitam, putih mulai menghilang...
Ataukah anak itu seperti pohon. Ditanam dari benih, disiram, dipupuk, lalu dipanen. Kita atur komposisi airnya, unsur haranya agar tepat dan pas supaya buah yang keluar indah seperti yang diharapkan pemiliknya?
Seorang anak manusia terlahir, mereka adalah pribadi yang utuh. Membawa potensi-potensi sendiri. Mereka bagian dari alam semesta ini, yang dititipkan tuhan pada orangtuanya. Kelak kita akan diminta pertanggungjawabannya
By : Nisrina
*Narasi dan refleksi untuk Kelas Fondasi Charlotte Mason Indonesia